Archive for the ‘Economic’ Category

Articles

Bunga KPR & BI Rate

In Economic,Opini on September 6, 2008 oleh nonblogs

Kira-kira 3 hari lalu, ada sebuah amplop warna kuning tergeletak di meja kerja saya. Ada sebuah logo bank swasta disitu. Wah surat dari Bank Niaga Nih. Ada apa gerangan ya?

Secara rutin memang surat semacam itu acap kali saya terima dari Bank-bank dimana saya menjadi nasabahnya. Mulai dari urusan kartu kredit, hingga masalah KPR.

Saya dari dulu sebenarnya tidak pernah berurusan dengan Bank Niaga. Baru saat saya membeli rumah secara kredit, saya bersentuhan dengan bank ini. Dan sejak itu pula ada saja telpon yang menawarkan beberapa produknya ke saya. Ada yang saya ambil dan tidak sedikit pula yang saya tolak.

Kembali ke masalah amplop tadi, pikiran saya langsung tertuju, mungkin masalah tagihan kartu kredit, tapi kok tipis ya? Terjawablah sudah, setelah amplopnya terbuka. Kira-kira isinya sebagai berikut

… efektif tanggal 11/8/200 bunga pinjaman bapak menjadi sebagai berikut, kondisi sekarang 11.9% Anuitas menjadi 12.4% Anuitas….

Deg…. bukannya dua bulan lalu saya sudah mendapat pemberitahuan kenaikan bunga pinjaman? Sekarang naik lagi? Oh shit maan …..

Dasar rentenir..

Gila, begitu cepatnya Bank Niaga menaikkan suku bunga pinjaman, seiring dengan kenaikan BI Rate dari 8.75% di awal July menjadi 9% di 5 Agustus. Padahal diawal September ini bunga sudah naik lagi menjadi 9.25%. Wah berarti akan ada surat lagi nih dari Bank Niaga.

Ya, itulah kerakusan rentenir seperti Bank Niaga, dan juga bank-bank yang lain. Begitu cepat mereka MENAIKKAN BUNGA PINJAMAN untuk MERESPON KENAIKAN BI RATE, tetapi BANK NIAGA akan SANGAT LAMBAT MENURUNKAN SUKU BUNGA saat BI RATE TURUN!

Kalau ditarik mundur kebelakang, ini efek dari KEBIJAKAN MENAIKKAN HARGA BBM oleh SBY-JK, disaat KENAIKAN HARGA MINYAK DUNIA. Yang berujung pada kenaikan semua harga, enggak perduli harga apa saja. Naiik semua. Jadinya ya Inflasinya melonjak.

Dan SBY-JK BERTINDAK SAMA seperti RENTENIR tadi, saat HARGA MINYAK DUNIA TURUN harga BBM di Indonesia tetap diposisinya. Entah apa yang dipikirkan SBY-JK melihat ini.

TURUN akhirnya menjadi KATA TABU BAGI sebagian orang INDONESIA

Articles

Kebohongan Jusuf Kalla Terbukti Nyata

In Economic on Agustus 29, 2008 oleh nonblogs

Sebuah tulisan menarik dari Farid Gaban di akhir tahun 2007 [saya ambil dari milis Jurnalisme], yang temanya sangat relevan dengan situasi saat ini, terlebih dengan rencana kenaikan secara berkala harga elpiji mulai September 2008 ini.


[Harga elpiji naik? Akhir tahun lalu saya tentang kemungkinan munculnya problem ini. Perubahan pemakaian minyak tanah ke elpiji adalah jalan melingkar pencabutan subsidi bahan bakar.-FG]

Konversi Energi dan Kebohongan Jusuf Kalla

Oleh Farid Gaban | 7 September 2007

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan program konversi energi dari
minyak tanah ke gas elpiji akan terus dijalankan dan diharapkan tuntas
pada 2011.

Menurut Kalla, program itu menguntungkan baik bagi pemerintah maupun
masyarakat. Keuntungan lain: gas elpiji lebih bersih dan ramah
lingkungan dibanding minyak tanah.

Bagi pemerintah, program itu akan mengurangi besarnya subsidi minyak
tanah yang kini mencapai sekitar Rp 60 triliun per tahun.

Bagi masyarakat, menurut Kalla, pemakaian elpiji akan menghemat
penggunaan energi rumah tangga sekitar Rp 25.000 per bulan per keluarga.

Perhitungan Kalla seperti ini:

MINYAK TANAH
Konsumsi rata-rata per bulan/keluarga: 30 liter atau Rp 75.000 (asumsi
harga Rp 2.500/liter).

ELPIJI
Konsumsi rata-rata per bulan/keluarga: 12 kg atau Rp 51.000 (asumsi
harga Rp 4.250/kg).

Walhasil, ada penghematan sebesar Rp 24.000 per bulan/keluarga.

Program ini sepintas lalu bagus dan mulia. Namun, dipandang dari sudut
pandang masyarakat, khususnya masyarakat miskin yang selama ini masih
menggunakan minyak tanah, program ini menyulitkan. Dan kemungkinan
besar lebih mahal.

Masyarakat harus membeli kompor gas baru yang harganya minimal sekitar
Rp 54.000 per buah. Belum lagi tabung gas. Kompor gas hasil tender
Pertamina ini memang jauh lebih murah dibanding harga kompor gas yang
ada di pasar (Rp 200-300 ribu), namun kualitasnya bisa dipastikan jauh
lebih rendah. Dengan kualitas rendah, kompor harus sering diperbaiki.
Orang harus mengeluarkan Rp 15.000 sekali servis.

Kesulitan lain: jika dulu orang miskin bisa membeli minyak tanah
secara eceran, sekitar Rp 2.500 per liter, kini harus membeli satuan
terkecil gas elpiji Rp 15.000 per tabung ukuran 3 kg.

Pemerintah memang juga menjanjikan kompor gas gratis kepada masyarakat
miskin. Namun seperti banyak program subsidi langsung lainnya, program
ini kedodoran di tingkat pelaksanaan. Seorang ibu rumah tangga di
Kelurahan Harjamukti, Depok, mengatakan kepada saya dia harus
menyediakan uang Rp 40-50.000 untuk mendapatkan kompor gratis itu,
hampir sama dengan harga pasar.

Taruhlah kesulitan di masa transisi konversi energi ini bisa
diabaikan. Toh masyarakat sudah terbiasa dengan kesulitan.

(Bukankah dalam jangka panjang, jika matematika Jusuf Kalla benar,
uang Rp 50.000 untuk membeli kompor tetap tak berarti bila dibanding
penghematan Rp 25.000 per bulan?)

Masalahnya adalah: akuratkah matematika Jusuf Kalla?

Jusuf Kalla membuat asumsi yang menyesatkan ketika menyebut harga gas
elpiji hanya Rp 4.250 per kg. Faktanya, harga elpiji akan segera
merangsek naik pula.

Pertamina sendiri kini sudah mengusulkan kenaikan harga elpiji, dan
pemerintah akan menyetujuinya akhir tahun ini, menjadi sekitar Rp
7.000 per kg. Diperparah oleh rendahnya kualitas distribusi, harga ini
bisa jauh lebih mahal di daerah pedalaman Sumatera atau Kalimantan.

Harga Rp 7.000 per kg ini berlaku untuk industri maupun rumah tangga
yang memiliki tabung ukuran 12 kg. Pemerintah memang masih akan
memberi subsidi untuk orang miskin (tetap Rp 4.250 per kg), meski
hampir bisa dipastikan tetap kedodoran di tingkat pelaksanaan.

Jika subsidi untuk orang miskin tidak berjalan semestinya dan orang
dekat-kemiskinan (near poor) akhirnya harus membeli gas elpiji Rp
7.000 per kg, jelaslah gugur semua argumen Jusuf Kalla bahwa konversi
energi ini menguntungkan masyarakat.

Konsumsi gas elpiji per bulan keluarga akan mencapai Rp 84.000, lebih
mahal dari pengeluaran mereka untuk minyak tanah sebelum konversi.
Belum lagi mereka harus mengeluarkan biaya tambahan untuk kompor,
tabung dan biaya servis.

Yang tersisa hanya satu: program ini hanya akan menguntungkan
pemerintah yang telah berhasil sepenuhnya menghapuskan sumbsidi energi
bagi masyarakat.

Jika subsidi dihapus, kenaikan harga gas elpiji tak terelakkan. Gas
elpiji diproses dari minyak (petrol-based), sementara Indonesia hanya
bisa memproduksi sekitar 2 juta ton per tahun, kebutuhan gas elpiji
dalam negeri pada 2010 mencapai 5-6 juta ton. Sekitar 3-4 juta ton per
tahun harus diimpor dari luar negeri, antara lain dari Jepang.

KESIMPULAN

Program konversi energi ini hanya merupakan upaya pemerintah untuk
menghapus seluruh subsidi energi, dengan cara yang melingkar.

Kebijakan ini masih selaras dengan seluruh kebijakan ekonomi
neo-liberal yang dicanangkan Pemerintahan SBY-JK sejak awalnya: hapus
subsidi, privatisasi (seluruh aspek hidup dari energi hingga air
minum), liberalisasi dagang dan investasi.

Apa hasilnya buat masyarakat?

Articles

Hidup Semakin Susah? Ada Yang Lebih Susah Ternyata …

In Economic,Living on Februari 5, 2008 oleh nonblogs

Kita semua merasa kok kehidupan sepertinya semakin susah aja. Harga kedelai naik, ujung-ujungnya harga tahu tempe melambung. Padahal tahu tempe identik dengan makanan rakyat. Harga terigu naik, harga roti yang tadinya 3000 perak jadi 3500.


Gaji? Mmmm masih untunglah cuma ngikutin inflasi. Ada lebihnya sedikit sih kalau naik 10%, kan inflasi cuma 6.3% yah mendinglah dari pada nggak ada sisa.

Tapi dibalik semua kesusahan itu, ternyata benar kata orang, Diatas Langit ada Langit, kita disini merasa susah dengan kenaikan harga-harga barang, tapi apa jadinya ya jika kita hidup di ZIMBABWE?

Jaman tahun 65, konon inflasi di Indonesia mencapai 600%. Tahukah anda berapa inflasi di Zimbabwe?

24.470 % ! Itu kata pemerintah, kata badan independen malah lebih parah lagi, yakni 150.000 %

Articles

Hidup Semakin Susah? Ada Yang Lebih Susah Ternyata …

In Economic,Living on Februari 5, 2008 oleh nonblogs

Kita semua merasa kok kehidupan sepertinya semakin susah aja. Harga kedelai naik, ujung-ujungnya harga tahu tempe melambung. Padahal tahu tempe identik dengan makanan rakyat. Harga terigu naik, harga roti yang tadinya 3000 perak jadi 3500.


Gaji? Mmmm masih untunglah cuma ngikutin inflasi. Ada lebihnya sedikit sih kalau naik 10%, kan inflasi cuma 6.3% yah mendinglah dari pada nggak ada sisa.

Tapi dibalik semua kesusahan itu, ternyata benar kata orang, Diatas Langit ada Langit, kita disini merasa susah dengan kenaikan harga-harga barang, tapi apa jadinya ya jika kita hidup di ZIMBABWE?

Jaman tahun 65, konon inflasi di Indonesia mencapai 600%. Tahukah anda berapa inflasi di Zimbabwe?

24.470 % ! Itu kata pemerintah, kata badan independen malah lebih parah lagi, yakni 150.000 %

Articles

Repeat of 1997 Asian Crisis?

In Economic on Mei 12, 2007 oleh nonblogs

Krisis lagi? Jangaan dong. Nggak kebayang deh kalau krisis lagi seperti 10 tahun lalu. Bunga bank tiba-tiba melonjak sampai 50%. Lha kalau segitu, terus cicilan KPR ku piyeee…..

Greenspan Doesn’t See a Repeat of 1997 Asian Crisis (Update1)

By Michael Dwyer

May 11 (Bloomberg) — Former Federal Reserve chairman Alan Greenspan said the chance of a repeat of the 1997 Asian financial crisis is virtually non-existent given the growth in the region’s foreign exchange reserves.

“I don’t see that occurring in the same manner,” he said, referring to the crisis that depleted the region’s foreign exchange holdings ten years ago. Greenspan was speaking via satellite from Washington to delegates at a Merrill Lynch & Co. conference in Singapore today.

Finance ministers from 13 Asian nations agreed on May 5 to pool part of their $2.7 trillion of foreign-exchange reserves to prevent a repeat of the crisis.

Greenspan said an “asset-related” crisis was more likely in Asia. China’s CSI 300 stock index has gained 80 percent so far this year.

Greenspan said the yen carry trade was partly a cultural phenomenon caused by patriotic Japanese investing in the nation’s bonds even though yields are low.

Foreign investors then borrow yen and invest in higher yielding assets elsewhere, the so-called carry trade that has pushed the value of the currency to a 21-year low against its trading partners.

The yield on Japan’s 10-year government bond is 1.665 percent, compared with 4.64 percent on the equivalent note in the U.S. and 5.89 percent in Australia.

Greenspan retired from the Fed in January 2006 after 18 years as chairman.

Articles

Permen Sebagai Pengganti Uang Kecil

In Economic,Shopping on Desember 7, 2006 oleh nonblogs

Kejadian ini saya alami minggu kemarin, saat ada tugas ke Bali, dimana saya mampir ke KFC di Discovery Mall. Maksud hati mau ngisi perut yang mulai kelaparan. Dan saya suka bingung kalau ke Bali, terutama dalam urusan makanan. Tahu sendiri kan susah untuk mencari yang halal. Ya paling larinya ke fast food lagi, fast food lagi. Tapi ya nggak papa lah, toh cuma sesekali saja.

Bukan itu yang mau saya ceritakan. Nah saat saya membayar makanan. Yang harus saya bayar adalah sebesar 17.600 rupiah. Dan saya menyerahkan uang 18.000 rupiah. Berarti saya mendapat kembalian 400 rupiah dong. Mbak kasir nya sempet tanya saya, apakah punya uang 100 rupiah, saya bilang tidak punya. Dan tiba-tiba dia sambil minta maaf dan menyerahkan permen 3 buah sebagai pengganti 400 rupiah tadi. Saya cuma bisa bengong dan dongkol!

Tadinya saya mau protes langsung, cuma setelah saya pikir-pikir lagi, lebih baik saya tulis saja di blog saya, bukan bermaksud untuk menjelekkan nama KFC. Tapi lebih sebagai kritik dari konsumen.

Padahal, siang harinya saya sudah dikagetkan hal yang serupa di Tiara Grosir, masih di Bali juga tepatnya di Ubung, saat sedang antri di kasir untuk membayar Kacang Rahayu, tiba-tiba mata saya tertuju pada tulisan yang terpampang di dekat kasir. Yang menyebutkan bahwa sebagai pengganti uang kecil untuk kembalian, mereka menggantikannya dengan Permen!

Nggak cuma di Bali saja sebenarnya, di Indomaret cabang BCA Sudirman (basement) pun melakukan hal yang sama. Saya tidak tahu kalau Indomaret cabang lain.

Seandainya, permen yang saya dapat dari kembalian itu dikumpulkan sampai jumlah tertentu kemudian dibelanjakan, akankah toko-toko tersebut akan menerima? Atau mungkin saya membayarnya dengan permen saja. Tidak perduli permen itu saya kumpulkan dari pengganti kembalian atau saya beli langsung dalam jumlah tertentu. Akankah diterima?

Padahal, kalau dilihat dari pelaku diatas, mereka adalah perusahaan besar yang tentu saja sangat mudah untuk menukarkan sejumlah uangnya di Bank (setahu saya di Bank Indonesia menerima penukaran uang) dalam pecahan yang lebih kecil.

Ayo beli dengan Permen !

Articles

Permen Sebagai Pengganti Uang Kecil

In Economic,Shopping on Desember 7, 2006 oleh nonblogs

Kejadian ini saya alami minggu kemarin, saat ada tugas ke Bali, dimana saya mampir ke KFC di Discovery Mall. Maksud hati mau ngisi perut yang mulai kelaparan. Dan saya suka bingung kalau ke Bali, terutama dalam urusan makanan. Tahu sendiri kan susah untuk mencari yang halal. Ya paling larinya ke fast food lagi, fast food lagi. Tapi ya nggak papa lah, toh cuma sesekali saja.

Bukan itu yang mau saya ceritakan. Nah saat saya membayar makanan. Yang harus saya bayar adalah sebesar 17.600 rupiah. Dan saya menyerahkan uang 18.000 rupiah. Berarti saya mendapat kembalian 400 rupiah dong. Mbak kasir nya sempet tanya saya, apakah punya uang 100 rupiah, saya bilang tidak punya. Dan tiba-tiba dia sambil minta maaf dan menyerahkan permen 3 buah sebagai pengganti 400 rupiah tadi. Saya cuma bisa bengong dan dongkol!

Tadinya saya mau protes langsung, cuma setelah saya pikir-pikir lagi, lebih baik saya tulis saja di blog saya, bukan bermaksud untuk menjelekkan nama KFC. Tapi lebih sebagai kritik dari konsumen.

Padahal, siang harinya saya sudah dikagetkan hal yang serupa di Tiara Grosir, masih di Bali juga tepatnya di Ubung, saat sedang antri di kasir untuk membayar Kacang Rahayu, tiba-tiba mata saya tertuju pada tulisan yang terpampang di dekat kasir. Yang menyebutkan bahwa sebagai pengganti uang kecil untuk kembalian, mereka menggantikannya dengan Permen!

Nggak cuma di Bali saja sebenarnya, di Indomaret cabang BCA Sudirman (basement) pun melakukan hal yang sama. Saya tidak tahu kalau Indomaret cabang lain.

Seandainya, permen yang saya dapat dari kembalian itu dikumpulkan sampai jumlah tertentu kemudian dibelanjakan, akankah toko-toko tersebut akan menerima? Atau mungkin saya membayarnya dengan permen saja. Tidak perduli permen itu saya kumpulkan dari pengganti kembalian atau saya beli langsung dalam jumlah tertentu. Akankah diterima?

Padahal, kalau dilihat dari pelaku diatas, mereka adalah perusahaan besar yang tentu saja sangat mudah untuk menukarkan sejumlah uangnya di Bank (setahu saya di Bank Indonesia menerima penukaran uang) dalam pecahan yang lebih kecil.

Ayo beli dengan Permen !

Articles

Kejamnya Sang Bunga

In Economic on Oktober 4, 2006 oleh nonblogs

Anda baru saja ambil KPR [ Kredit Pemilikan Rumah]? Jika ya, bersiap-siaplah kalau tagihannya tiba-tiba melonjak. Ceritanya begini, saya akhir tahun kemarin ambil KPR di Bank Niaga, dengan suku bunga 11,65%. Nah bunga segitu mereka bilang berlaku untuk setahun.

Kalau berlaku setahun berarti kira-kira akhir tahun ini saya akan dikenai suku bunga yang baru. Iseng-iseng saya telpon ke Customer Servicenya Bank Niaga. Saya tanya, “mbak suku bunga KPR nya sekarang berapa?”. Dia jawab,”Wah sudah turun kok pak. Tempo hari masih 15% lebih sekarang jadi 14,88%.”

Nah, jika bunganya masih 14,88% sampai akhir tahun, berarti dipastikan cicilan KPR saya melonjak. Saya nggak tahu jadi berapa. Moga-moga sih nggak banyak. Maklum, kalau melihat history kenaikan gaji yang cuma 10%, berarti kenaikannya hanya buat nutup kenaikan tagihan lagi. Lha kenaikan harga-harga kebutuhan pokok nutupnya dari mana?

Barusan, saya cek tingkat suku bunga deposito di Bank Niaga. Untuk yang satu bulan dia kasih 8.50%. Sedangkan suku bunga SBI [Sertifikat Bank Indonesia] satu bulan 11.25%. Jadi kalau ceritanya diringkas, bank punya duit. Nah duit itu kalau dia simpan di SBI dia cuma dapat 11.25%. Kalau dia kasih kredit ke konsumen dia dapat 14.88%. Padahal dia cuma ngeluarin buat bunga deposito cuma 8.5%.

Enak kan jualan duit?

Jadi, kalau liat sistemnya seperti itu, wajarlah kalau ada bank lewat kartu kreditnya berani ngasih diskon 20% buat yang belanja ke toko tertentu. Soalnya dari bunga nya saja sudah nutup.

Articles

Freakonomics, Ilmu Ekonomi “Nyeleneh”

In books,Economic on Agustus 17, 2006 oleh nonblogs


Pernah dengar Freakonomics? Kalau belum pernah dengar ya wajar. Soalnya Freakonomics baru populer di tahun 2005 lalu saat Steven D. Levitt & Stephen J. Dubner merilis buku yang berjudul FREAKONOMICS, A Rogue Economist Explores the Hidden Side of Everything. Yang diterbitkan versi Indonesia oleh PT. Gramedia Pustaka Utama dengan judul terjemahan FREAKONOMICS, Ekonom “nyleneh” membongkar sisi tersembunyi segala hal.


Saya sendiri nggak tahu, kenapa saya membeli buku ini. Sudah beberapa kali memang saya liat bukunya, kalo pas lagi jalan-jalan ke toko buku, tapi biasanya saya cuekin aja. Habis, mungkin saya saat itu lagi males baca yang agak berat, jadi ya saya lewatin aja.

Tapi, pernah satu saat waktu lagi browsing di internet, saya baca bahwa buku ini benar-benar menarik, dan jadi best seller dimana-mana. Akhirnya saya penasaran juga. Dan saya beli juga akhirnya buku itu.

Sudah menjadi kebiasaan saya saat membaca buku, yakni jarang membaca Kata Pengantar. Tapi tidak tahu kenapa, diawal membuka-buka buku ini, dalam hati saya bilang, kayaknya harus dibaca benar-benar dari awal nih.

Dan ternyata, setelah dari halaman ke halaman, saya jadi ingat perkataan Forest Gump bahwa setiap kita membuka kotak berisi coklat, kita tidak akan pernah benar-benar tahu apa rasa yang ada di dalamnya. Begitu juga dengan buku ini, anda akan mendapatkan hal-hal yang tak terduga di dalam setiap bab nya. Karena memang buku ini tidak mempunyai tema tunggal. Coba kita lihat judul per babnya :

1. Apa Persamaan Guru dan Pegulat Sumo?
2. Mengapa Ku Klux Klan Sama seperti Sekelompok Agen Real Estat?
3. Mengapa Bandar Narkoba Masih Tinggal dengan Ibunya?
4. Kemana Para Kriminal Menghilang?
5. Apa yang membuat Orangtua Jadi Sempurna?
6. Pengasuhan Anak yang Sempurna: Apakah seorang Roshanda akan tetap seharum mawar bila diberi nama lain?

Aneh kan? Memang. Kalau kita cermati, ada persamaan dari keenam judul bab yang ada di buku ini. Apa itu? Semuanya berbentuk PERTANYAAN. Itulah cara yang digunakan Steven D. Levitt ini dalam membongkar berbagai macam kasus yang disodorkan kepadanya. Apakah hanya dengan pertanyaan? O jelas tidak. Selain pertanyaan, dia membekali dirinya dengan segunung data. Kalau anda tidak terbiasa dengan data, wah benar-benar nyerah deh..

Setelah pertanyaan-petanyaan yang aneh itu tadi, kemudia biasanya dia menggelar berbagai macam data pendukung yang terkadang sering tak terduga. Seperti di bab pertama yang mencoba mencari guru-guru yang melakukan kecurangan di ujian nasional. Dimana guru-guru itu mengganti jawaban salah dari murid menjadi benar. Hal ini terkait dengan insentif yang diterima guru jika tingkat kelulusan muridnya tinggi. Dengan caranya sendiri si Steven berhasil membongkar kasus ini dimulai dengan data komputer mengenai hasil ujian. Dengan bantuan program komputer, dia berhasil melihat gejala aneh di jawaban para siswa yang mengikuti ujian tersebut. Untuk lebih jelasnya bisa dibaca di bab pertama buku ini.

Pada dasarnya, cara dia membongkar satu persoalan yakni mendasarkan pada ide fundamental seperti :

· Insentif adalah landasan kehidupan modern. Motif dari berbagai mecam teka-teki ujung-ujungnya adalah insentif. Kalo orang Indonesia bilang UUD, Ujung-Ujungnya Duit.

· Keyakinan Umum (conventional wisdom) sering salah. Belum tentu hal yang diyakini banyak orang itu selalu benar.

· Efek dramatis sering mempunyai sasaran-sasaran yang jauh, bahkan tidak terlihat. Pernah seorang teman {dia seorang wartawan}, saat meliput satu kasus, dia tanya yang mati berapa? Kalau nggak ada yang mati nggak rame. Jadi yang penting HEBOH dulu deh. Harga barang-barang naik 30%! Padahal kalau dilihat-lihat lagi, mungkin saja si wartawan tanya harga hanya di satu toko. Dan si empunya toko bilang harga naik. Eh si wartawan main tulis aja, harga naik. Padahal bisa saja toko itu memang kulakan sedikit jadi dapet harga yang mahal. Sedangkan toko lain malah ngasih diskon… bisa saja kan?

· “Pakar”- dari para kriminolog sampai agen real estat – menggunakan kelebihan informasi mereka untuk membantu agenda mereka sendiri.

· Mengetahui apa yang harus diukur dan bagaimana mengukurnya bisa membuat dunia yang kompleks menjadi tidak atau kurang kompleks. Jika ada mempelajari bagaimana melihat data dengan cara yang benar, Anda dapatmenjelaskan teka-teki yang tampaknya tidak mungkin. Karena tidak ada satupun kekuatan sebagaimana kekuatan angka untuk mengupasi lapisan kebingungan dan kontradiksi.

Anda tertarik?

Articles

Freakonomics, Ilmu Ekonomi “Nyeleneh”

In books,Economic on Agustus 17, 2006 oleh nonblogs


Pernah dengar Freakonomics? Kalau belum pernah dengar ya wajar. Soalnya Freakonomics baru populer di tahun 2005 lalu saat Steven D. Levitt & Stephen J. Dubner merilis buku yang berjudul FREAKONOMICS, A Rogue Economist Explores the Hidden Side of Everything. Yang diterbitkan versi Indonesia oleh PT. Gramedia Pustaka Utama dengan judul terjemahan FREAKONOMICS, Ekonom “nyleneh” membongkar sisi tersembunyi segala hal.


Saya sendiri nggak tahu, kenapa saya membeli buku ini. Sudah beberapa kali memang saya liat bukunya, kalo pas lagi jalan-jalan ke toko buku, tapi biasanya saya cuekin aja. Habis, mungkin saya saat itu lagi males baca yang agak berat, jadi ya saya lewatin aja.

Tapi, pernah satu saat waktu lagi browsing di internet, saya baca bahwa buku ini benar-benar menarik, dan jadi best seller dimana-mana. Akhirnya saya penasaran juga. Dan saya beli juga akhirnya buku itu.

Sudah menjadi kebiasaan saya saat membaca buku, yakni jarang membaca Kata Pengantar. Tapi tidak tahu kenapa, diawal membuka-buka buku ini, dalam hati saya bilang, kayaknya harus dibaca benar-benar dari awal nih.

Dan ternyata, setelah dari halaman ke halaman, saya jadi ingat perkataan Forest Gump bahwa setiap kita membuka kotak berisi coklat, kita tidak akan pernah benar-benar tahu apa rasa yang ada di dalamnya. Begitu juga dengan buku ini, anda akan mendapatkan hal-hal yang tak terduga di dalam setiap bab nya. Karena memang buku ini tidak mempunyai tema tunggal. Coba kita lihat judul per babnya :

1. Apa Persamaan Guru dan Pegulat Sumo?
2. Mengapa Ku Klux Klan Sama seperti Sekelompok Agen Real Estat?
3. Mengapa Bandar Narkoba Masih Tinggal dengan Ibunya?
4. Kemana Para Kriminal Menghilang?
5. Apa yang membuat Orangtua Jadi Sempurna?
6. Pengasuhan Anak yang Sempurna: Apakah seorang Roshanda akan tetap seharum mawar bila diberi nama lain?

Aneh kan? Memang. Kalau kita cermati, ada persamaan dari keenam judul bab yang ada di buku ini. Apa itu? Semuanya berbentuk PERTANYAAN. Itulah cara yang digunakan Steven D. Levitt ini dalam membongkar berbagai macam kasus yang disodorkan kepadanya. Apakah hanya dengan pertanyaan? O jelas tidak. Selain pertanyaan, dia membekali dirinya dengan segunung data. Kalau anda tidak terbiasa dengan data, wah benar-benar nyerah deh..

Setelah pertanyaan-petanyaan yang aneh itu tadi, kemudia biasanya dia menggelar berbagai macam data pendukung yang terkadang sering tak terduga. Seperti di bab pertama yang mencoba mencari guru-guru yang melakukan kecurangan di ujian nasional. Dimana guru-guru itu mengganti jawaban salah dari murid menjadi benar. Hal ini terkait dengan insentif yang diterima guru jika tingkat kelulusan muridnya tinggi. Dengan caranya sendiri si Steven berhasil membongkar kasus ini dimulai dengan data komputer mengenai hasil ujian. Dengan bantuan program komputer, dia berhasil melihat gejala aneh di jawaban para siswa yang mengikuti ujian tersebut. Untuk lebih jelasnya bisa dibaca di bab pertama buku ini.

Pada dasarnya, cara dia membongkar satu persoalan yakni mendasarkan pada ide fundamental seperti :

· Insentif adalah landasan kehidupan modern. Motif dari berbagai mecam teka-teki ujung-ujungnya adalah insentif. Kalo orang Indonesia bilang UUD, Ujung-Ujungnya Duit.

· Keyakinan Umum (conventional wisdom) sering salah. Belum tentu hal yang diyakini banyak orang itu selalu benar.

· Efek dramatis sering mempunyai sasaran-sasaran yang jauh, bahkan tidak terlihat. Pernah seorang teman {dia seorang wartawan}, saat meliput satu kasus, dia tanya yang mati berapa? Kalau nggak ada yang mati nggak rame. Jadi yang penting HEBOH dulu deh. Harga barang-barang naik 30%! Padahal kalau dilihat-lihat lagi, mungkin saja si wartawan tanya harga hanya di satu toko. Dan si empunya toko bilang harga naik. Eh si wartawan main tulis aja, harga naik. Padahal bisa saja toko itu memang kulakan sedikit jadi dapet harga yang mahal. Sedangkan toko lain malah ngasih diskon… bisa saja kan?

· “Pakar”- dari para kriminolog sampai agen real estat – menggunakan kelebihan informasi mereka untuk membantu agenda mereka sendiri.

· Mengetahui apa yang harus diukur dan bagaimana mengukurnya bisa membuat dunia yang kompleks menjadi tidak atau kurang kompleks. Jika ada mempelajari bagaimana melihat data dengan cara yang benar, Anda dapatmenjelaskan teka-teki yang tampaknya tidak mungkin. Karena tidak ada satupun kekuatan sebagaimana kekuatan angka untuk mengupasi lapisan kebingungan dan kontradiksi.

Anda tertarik?