Archive for the ‘Personal’ Category

Articles

Jenuh !

In Personal,Working on Desember 15, 2007 oleh nonblogs

Hanya satu kata, Jenuh!
Itu mungkin kata yang paling tepat buat saya saat ini. Jenuh terutama kalau sudah berada di tempat kerja. Bagaimana tidak, tahun depan, genap 10 tahun sudah saya kerja di kantor yang sekarang.


Dan di kantor ini pula saya berkarir untuk pertama kalinya sejak lulus kuliah. Selepas kuliah, sempat luntang-luntung tanpa kerjaan kurang lebih selama satu tahun. Dan diterima pertama kali sebagai tenaga part timer. Lumayan lah, kerja selama 10 hari kerja dikasih duit 300 ribu perak. Hampir sama dengan gaji orang kerja sebulan. Apalagi di Semarang. Dimana nilai uang masih bernilai tinggi.

Setelah beberapa lama, datang tawaran dari bos, untuk pindah ke Jakarta. Tanpa pikir panjang, saya bilang ya. Sebenarnya pekerjaannya tidak berbeda jauh saat di Semarang. Keluar masuk pasar lah. Atau istilah seorang teman, jadi tikus pasar. Cuma, sekarang areanya lebih luas.

Sempat bosen juga, eh pas titik bosen, datang tawaran pindah posisi. Ngurusin account yang lebih gedhe. Okelah. Nah diposisi inilah, sudah lima tahun belum berganti. Dan yang namanya jenuh kalau sudah datang, ujung-ujungnya adalah demotivasi, alias penurunan motivasi kerja.

Sedangkan kalau dilihat dari pekerjaan tempat saya bekerja sekarang ini, bolehlah disebut sebagai perusahaan yang sangat sehat. Business Growth nya lumayan, apalagi profit marginnya. Maklum perusahan jasa. Jadi marginnya harus tinggi dong.

Suasana kerja? mmm Sekarang jauh lebih baik. Dengan mayoritas karyawan dibawah 35 tahun, spirit teman-teman masih bisa dibilang dalam posisi gigi 4 deh. Dan juga absensi yang longgar. Maksudnya, bos jarang sekali ngutak ngutik kalau datang telat. Gimana mempermasalahkan hal itu, lha wong kerja kita suka lembur, bahkan nginep. Tanpa uang lembur lagi, yaah paling makan malam. Walaupun begitu ya komitmen kerja tetap jalan terus.

Training, terbuka lebar. Mau kursus Bahasa Inggris oke, Workshop di level regional asia terbuka lebar, training internal jalan terus.

Kalau ngomongin gaji, ya kalau dibandingkan perusahan lokal, masih oke lah. Cuma kalau dibandingkan sesama perusahaan Multi National Company, ya agak sedikit dibawah perusahaan asing yang gedhe-gedhe itulah.

Sepertinya tidak ada masalah bukan?

Kelihatannya memang iya, tapi ya namanya kejenuhan seperti yang saya alami wajar to? Dan sampai sekarang pun saya saya belum mendapatkan solusinya.

Ada punya lowongan buat saya?

Articles

HP; Untuk Pribadi atau Kantor?

In Opini,Personal,Working on November 26, 2007 oleh nonblogs

Beberapa minggu terakhir ini, saya suka tanya ke beberapa teman kantor, tetangga. Kira-kira mereka bersedia nggak kalau ada client yang tanya, No Hape nya Pak Anu berapa ya?

Teman kantor ada yang menarik garis tegas, bahwa kalau mau telpon urusan kantor ya telpon ke kantor aja. Maaf HP untuk urusan pribadi saja. Tapi ada juga yang mau terima asal masih jam kantor.

Kalau tetangga saya, malah lebih tegas lagi. Begitu kaki melangkah ke luar kantor, siapapun yang telpon urusan kerjaan, No Way! Kagak bakalan diangkat. Kecuali sms dulu, urusanya mau apaan.

Saya sendiri sampai saat ini masih mau terima telpon ke hape untuk urusan kerjaan. Tapi kok akhir-akhir ini kecenderungannya kok malah meningkat ya..Mau nggak diangkat bagaimana, kalau diangkat ngrepotin. Serba salah memang. Terlebih kalau yang telpon sudah akrab walaupun itu klien.

Makanya, akhir-akhir ini saya sering mengaktifkan fungsi Privacy Manager di phonebook HP saya, BenQ Siemens E 61. Kira-kira fungsinya seperti ini, kita bikin daftar nomor telpon yang akan kita reject. Misalnya, no hape bos, no kantor (masukin semuanya aja, kan biasanya ada banyak tuh), no klien ini, no klien itu. Nah kalau sudah, misal kita lagi nggak pengen terima telpon dari mereka, ya aktifin aja fungsi penolak nomor tadi. Dan kita masih bisa mantau siapa aja yang mencoba telpon. Ngliatnya di menu miscalled. Atau sebaliknya, kita bikin list nomor-nomor siapa saja yang bisa menghubungi kita. Selain no itu ditolak.

Fungsi semacam ini, kalau nggak salah ada juga di Sony Ericsson. Tapi jangan harap ada di Nokia. Saya pernah pakai Nokia, saya cari-cari fungsi yang mirip kok nggak ketemu. Dan tanya kiri kanan untuk model-model HP Nokia yang ada fungsi semacam itu, tetap saja nggak ada yang tahu. Makanya saya agak malas kalau pake Nokia. Karena nggak ada fungsi semacam itu.

Bisa saja sih, HP dimatikan. Tapi kan kita cuma punya satu nomor, masak harus beli nomor atau beli hp + no lagi sih, gara-gara itu.

Articles

Lupa Tanggal Lahir Orang Tua

In Personal on November 22, 2007 oleh nonblogs

Mas, Tanggal lahir Bapak Ibu kapan mas? Ada form yang harus diisi nih.

Waduh…. baru tersadar kalau selama ini saya nggak pernah hafal bahkan tahu tanggal lahir mereka. Yang saya ingat cuma tahun mereka lahir, yakni Bapak saya lahir tahun 1942, Ibu 1948. Itu pun kata Ibu sebenarnya tahun 1946. Walah.

Kemalasan dan ketidaktahuan akan tanggal lahir ini sebenarnya bermula saat Bapak dulu sering cerita kalau Beliau sendiri pun tidak tahu tanggal lahirnya kapan. Saat akan mendaftarkan sekolah, Bapak tanya ke Mbah, jawaban mbah cuma…

“Kamu lahir pas Jepang Masuk”

Nah lho… Piye Jal?

Ya sudah kata Bapak, seingatnya Jepang masuk tahun 1942. Ya sudah ditulislah tahun lahir 1942. Sedang mengenai tanggalnya nggak tahu deh Bapak dapat dari mana inspirasinya 🙂

Lain lagi cerita Ibu. Ibu bilang kalau tahun lahirnya 1948. Eh belakangan bilang itu yang tertulis di KTP. Yang sebenarnya sih tahun 1946. Ceritanya bagaimana… Auah Gelap..

Makanya saya agak-agak malas ngapalin tanggal lahir mereka.
Ya maklumlah jam dulukan administrasi masih kacau. Jangankan dulu, sekarang aja masih kacau. Kalau dulu orang nggak punya KTP. Sekarang, orang bisa punya KTP dobel, kayak saya …..

Articles

Satu Jam Sehari Cukupkah?

In Link,Personal on Oktober 28, 2007 oleh nonblogs

Berapa jam dalam sehari anda bertemu anak? Satu? Dua? Cukupkah?

Sulit untuk mengatakan satu atau dua jam sehari itu cukup buat anak. Yang mengatakan cukup bisa berkilah bahwa yang penting itu kualitas bukan kuantitas. Sedangkan buat yang kontra akan mengatakan, bahwa kuantitas juga penting, karena kita sebagai orang tua perlu juga berperan sebagai “satpam” untuk memastikan bahwa anak kita berada di rel yang tepat. Dan itu perlu waktu.

Pengalaman pribadi saya sendiri, kalau dirata-rata, mungkin sekitar 1-2 sehari (Senin-Jum’at). Pagi saat waktu berangkat, anak saya (3 tahun), masih terlelap. Dan saat tiba kembali dirumah, sekitar pukul 8 malam, dia belum tidur. Dan memang sengaja belum tidur, karena memang dia nunggu saya datang.

Setelah mandi, sholat Isya, makan, barulah waktu yang full buat si kecil. Jangan sekali-sekali deh ngerjain yang lain. Dia pasti nagih. Kita tidur-tiduran pun, dia bilang, “Ayah jangan bobo, liatin dede’ main”. Nah lho..

Sampai kira-kira jam 10an lah, habis itu dia minta tidur, kita dipegangin terus. Harus ada didalam pandangan matanya.

Itu dihari biasa. Kalau weekend, wah nggak mau rugi dia. Kalau bisa melek terus.

Mulai dari bangun pagi, sampai malam harus sama dia melulu. Mandiin, nyuapin, ngajak jalan-jalan keliling komplek. Tidur siang? Nah ini, selama orang tuanya ada dirumah, susah banget disuruh tidur siang. Mungkin itu tadi, nggak mau rugi! Mumpung ada dirumah.

Di rumah memang ada pembantu, cuma itulah yang membuat saya heran. Walaupun kami (saya dan istri) kerja seharian, dan dirumah cuma pembantu sama anak, hubungan keduanya tidak terlalu dekat. Biasa-biasa saja.

Jadi kalau kami berdua sudah dirumah, sudahlah… mbaknya dicuekin

Kata orang sih hal itu yang benar. Jangan sampai anak kita menjadi anak pembantu. Apalagi pembantu sampai dipanggil ibu/mama sama anak kita.

Cuma masalahnya, kita harus punya energi yang berlebih. Kita pulang membawa sisa tenaga. Dan dirumah masih harus diajak bercengkerama sama bocah. Ya kalau nggak minta macam-macam. Padahal seringkali si kecil minta macam-macam kan….

Articles

Maut itu Milik Allah

In Living,Personal on Agustus 21, 2007 oleh nonblogs

Akhir-akhir ini, saya suka membawa anak saya, umurnya 2.5 tahun, jalan-jalan dengan sepeda motor keliling komplek rumah. Biasanya dia duduk di depan. Kira-kira setahun yang lalu, saya paling tidak berani mendudukkannya di depan. Karena takut konsentrasi terpecah antara mengendalikan sepeda motor dan anak.

Baru belakangan ini saya berani, karena kakinya sudah mencapai bagian tengah motor, dan tangannya pun sudah dapat memegang stang. Tetapi, tetap saja harus tetap berhati-hati. Namanya anak masih umur segitu, bisa saja kakinya terpeleset atau tangannya terlepas. Dan kalau sudah begitu bisa jatuh dari motor.

Dan bayangan ketakutan akan bahaya jatuh dari motor itu semakin membayang dalam beberapa minggu terakhir ini. Saya tidak tahu kenapa. Saat bayangan itu datang, sempat takut juga. Dan saya berdoa, semoga tetap dijauhkan dari mara bahaya seperti itu.

***

Hari Senin pagi kemarin, saya tiba di kantor agak awal, dan suasana kantor masih sepi. Hanya beberapa teman yang sudah tiba. Maklum, ini hari pertama masuk kerja setelah libur panjang di akhir pekan kemarin dalam rangka 17an yang jatuh di hari Jum’at.

Tidak lama setelah itu, ada berita bahwa seorang rekan kami mengalami insiden di daerah UKI tepatnya di depan Rumah Sakit UKI. Teman saya (sebut saja A) itu naik sepeda motor bersama rekannya. Rekan tersebut bermaksud pulang ke Indramayu, setelah beberapa hari menginap di Depok.

Setelah sampai di Rumah Sakit UKI, dalam keadaan lalu lintas yang padat merayap, entah apa yang terjadi A ini merasa ada sedikit goncangan. Dan reflek dia melihat kebelakang. Saat itu juga dia kaget, rekan yang tadi membonceng di belakang ternyata jatuh, beserta Monitor komputer yang sedari tadi dia bawa.

Naas, bersamaan dia jatuh, langsung disambut oleh lindasan roda bis yang melintas. Dan bagian tubuh mulai dari pinggang ke atas, hancur..

***

Saat saya mendengar cerita itu, saya langsung teringat anak dan bayangan yang selama ini datang akhir-akhir ini..

Rejeki, Jodoh, dan Maut benar-benar Kuasa Ilahi…..

Articles

Upacara Bendera

In Others,Personal on Agustus 18, 2007 oleh nonblogs

Kira-kira, beberapa hari sebelum 17 Agustus, dirumah ada undangan dari RW,
untuk mengikuti Upacara Bendera.

Ha? Upacara Bendera? Nggak salah nih??

Maklum, upacara bendera yang terakhir saya ikuti kurang lebih 20 tahun lalu saat masih SMA. Setelah masuk bangku kuliah, ikut upacara juga cuma sekali, itu juga saat penerimaan mahasiswa baru.

Makanya kaget juga, waktu terima undangan dari Pak RW untuk upacara bendera di Kompleks Rumah kami. Yang mengadakan pihak developer bekerjasama dengan warga.

Wah boleh juga nih, soalnya kalau diingat-ingat, selama ini jarang bahkan hampir tidak pernah upacara bendera diadakan warga komplek perumahan. Lucu juga ya kalau upacara tapi bareng-bareng sama tetangga sekitar.

Walaupun sebenarnya males baget sih. Tanggal merah pas jatuh di hari Jum’at. Eh disuruh upacara lagi. Tapi ya, sebagai warga negara yang baik, dan itung-itung silaturahmi sama tetangga. Kapan lagi kalau nggak waktu-waktu begini? nggak ada salahnya ikutlah.

Dress codenya, yang penting ada nuansa merah dan putih. Pas sampai di tempat upacara. , ternyata campur aduk. Ada yang pakai baju merah, ada yang benar-benar merah putih. Yang lebih beragam lagi, adalah bagian pinggang ke bawah. Maksudnya, masalah celana dan alas kaki. Ada yang pakai celana jins, celana 3/4 yang biasa buat nyantai. Bahkan banyak yang pakai sandal! ….

Sayang, upacaranya nggak beda sama upacara-upacara bendera yang lain. Ada pembacaan teks proklamasi, dstnya.. sama persislah pokoknya. Cuma ya agak sedikit santai lah dibandingkan dulu jaman sekolah. Maupun upacara di tingkat negara.

Habis upacara, ya sudah pulang ke rumah masing-masing…. nerusin tidur…sekalian nunggu Jum’atan


Articles

No 1 in Google

In Personal on Mei 12, 2007 oleh nonblogs

eh ternyata No 1 di google.co.id

Articles

No 1 in Google

In Personal on Mei 12, 2007 oleh nonblogs

eh ternyata No 1 di google.co.id

Articles

Hikmah Banjir

In Personal on Februari 10, 2007 oleh nonblogs

Banjir kali ini membawa hikmah tersendiri. Karena, dimana-mana Jakarta terendam banjir, pilihan terbaik adalah tinggal di rumah. Kebetulan hari itu adalah Sabtu (3 Feb 2007). Biasanya istri saya masuk kerja. Tapi, berhubung keadaan seperti sekarang ini, akhirnya dia memutuskan untuk tidak masuk kerja.

Jadilah kita bisa kumpul komplit di rumah. Satu hal yang agak sulit terjadi di hari Sabtu. Kami biasanya di akhir minggu hanya bisa berkumpul bertiga saat malam Minggu hingga Minggu malam. Atau Week End Parents alias jadi orang tua saat weekend doang. Kasihan juga sih anak kami. Tapi ya, itulah pilihan yang kami pilih saat ini. Entah nanti.

Banyak hal menarik saat bisa bersama dengan anak saya yang berusia 2 tahun selama seharian penuh. Tingkahnya yang menggemaskan, dan terutama kosa katanya yang semakin banyak.

Ceritanya begini, Alhamdulillah anak saya tidak suka melihat TV. Acara TV yang menjadi favoritnya dia saat ini hanyalah Adzan Maghrib di SCTV yang menampilkan Ustads Jeffry Al Buchory. Karena masih dua tahun, dia memanggil Uje dengan Ustad Mpi. Mungkin maksunya Ustad Jeffry.

Sungguh menyenangkan melihat dia khusyuk menyaksikan acara tersebut. Bahkan dia hafal, saat Adzan akan segera berakhir. Dan biasanya dia minta channel lain yang masih ada Adzan Maghrib. Biasanya sih TVRI.

Satu hal yang bikin saya kaget dan bersyukur, saat Adzan Maghrib di SCTV yang mengambil latar belakang suasana di Arab Saudi, menampilkan gambar Ka’bah. Spontan anak saya teriak, “Ka’bah!”

Saya dan istri sama-sama bingung dan saling menatap. Kami merasa belum pernah mengajarkan kata itu ke dia. Dari mana dia mengerti kalau bangunan itu Ka’bah?

Hal ini mengingatkan kejadian beberapa bulan yang lalu, saat umurnya kurang dari satu tahun. Pada saat dia terbangun menjelang Subuh. Karena terus menangis, saya gendong keluar kamar, dan alhamdulillah tangisnya mereda. Kemudian sambil menggendong, saya duduk di depan TV.

Saat saya nyalakan, pas Adzan Subuh. Tanpa saya sadari, dia meneteskan air mata tanpa mengeluarkan suara tangis. Saya tidak tahu apa artinya. Saya cuma berharap, dia kelak menjadi anak yang sholeh, pintar (sesuai dengan namanya, Fathan), dan berani karena dia sebagai anak lelaki sekaligus anak sulung.

Semoga.

Articles

Hikmah Banjir

In Personal on Februari 10, 2007 oleh nonblogs

Banjir kali ini membawa hikmah tersendiri. Karena, dimana-mana Jakarta terendam banjir, pilihan terbaik adalah tinggal di rumah. Kebetulan hari itu adalah Sabtu (3 Feb 2007). Biasanya istri saya masuk kerja. Tapi, berhubung keadaan seperti sekarang ini, akhirnya dia memutuskan untuk tidak masuk kerja.

Jadilah kita bisa kumpul komplit di rumah. Satu hal yang agak sulit terjadi di hari Sabtu. Kami biasanya di akhir minggu hanya bisa berkumpul bertiga saat malam Minggu hingga Minggu malam. Atau Week End Parents alias jadi orang tua saat weekend doang. Kasihan juga sih anak kami. Tapi ya, itulah pilihan yang kami pilih saat ini. Entah nanti.

Banyak hal menarik saat bisa bersama dengan anak saya yang berusia 2 tahun selama seharian penuh. Tingkahnya yang menggemaskan, dan terutama kosa katanya yang semakin banyak.

Ceritanya begini, Alhamdulillah anak saya tidak suka melihat TV. Acara TV yang menjadi favoritnya dia saat ini hanyalah Adzan Maghrib di SCTV yang menampilkan Ustads Jeffry Al Buchory. Karena masih dua tahun, dia memanggil Uje dengan Ustad Mpi. Mungkin maksunya Ustad Jeffry.

Sungguh menyenangkan melihat dia khusyuk menyaksikan acara tersebut. Bahkan dia hafal, saat Adzan akan segera berakhir. Dan biasanya dia minta channel lain yang masih ada Adzan Maghrib. Biasanya sih TVRI.

Satu hal yang bikin saya kaget dan bersyukur, saat Adzan Maghrib di SCTV yang mengambil latar belakang suasana di Arab Saudi, menampilkan gambar Ka’bah. Spontan anak saya teriak, “Ka’bah!”

Saya dan istri sama-sama bingung dan saling menatap. Kami merasa belum pernah mengajarkan kata itu ke dia. Dari mana dia mengerti kalau bangunan itu Ka’bah?

Hal ini mengingatkan kejadian beberapa bulan yang lalu, saat umurnya kurang dari satu tahun. Pada saat dia terbangun menjelang Subuh. Karena terus menangis, saya gendong keluar kamar, dan alhamdulillah tangisnya mereda. Kemudian sambil menggendong, saya duduk di depan TV.

Saat saya nyalakan, pas Adzan Subuh. Tanpa saya sadari, dia meneteskan air mata tanpa mengeluarkan suara tangis. Saya tidak tahu apa artinya. Saya cuma berharap, dia kelak menjadi anak yang sholeh, pintar (sesuai dengan namanya, Fathan), dan berani karena dia sebagai anak lelaki sekaligus anak sulung.

Semoga.