Archive for the ‘Opini’ Category

Articles

Indonesia, Dunia Yang Terbalik

In Opini,Politics,Semarang on April 25, 2010 oleh nonblogs

Seminggu lalu, Kota Semarang melakukan Pilkada untuk memilih Walikota yang baru. Sebagai orang yang lama tinggal di Semarang, meskipun sekarang sudah lama meninggalkan, saya coba mengikuti perkembangannya. Meskipun begitu melihat para kandidat, hampir semua tidak kenal, kecuali satu orang yang pernah menjadi kakak kelas waktu kuliah dulu.

Kenal saja tidak apalagi melihat track recordnya? Masalahnyaa adalah konon ada satu calon Walikota yang pernah tertangkap basah selingkuh dengan Istri orang beberapa tahun silam. Saya jadi gundah, kok bisa orang seperti ini kok lolos jadi Calon Walikota?

Dan kalau melihat di kota-kota lain, muncul Jupe sama Maria Eva yang juga mencalonkan diri. Halooooo ….. para partai politik, kemana saja dirimu selama ini? Katanya partai politik itu tempat pengkaderan pemimpin bangsa. Kenapa tega-teganya melacurkan diri dengan orang yang menurut saya TIDAK PANTAS untuk menjadi pemimpin.

Apa kata dunia kalau para pemimpin negeri ini berisi PEZINA, KORUPTOR? Kenapa kita meminggirkan peran para Ulama? Dan menjunjung tinggi para BEGUNDAL?

Articles

Bunga KPR & BI Rate

In Economic,Opini on September 6, 2008 oleh nonblogs

Kira-kira 3 hari lalu, ada sebuah amplop warna kuning tergeletak di meja kerja saya. Ada sebuah logo bank swasta disitu. Wah surat dari Bank Niaga Nih. Ada apa gerangan ya?

Secara rutin memang surat semacam itu acap kali saya terima dari Bank-bank dimana saya menjadi nasabahnya. Mulai dari urusan kartu kredit, hingga masalah KPR.

Saya dari dulu sebenarnya tidak pernah berurusan dengan Bank Niaga. Baru saat saya membeli rumah secara kredit, saya bersentuhan dengan bank ini. Dan sejak itu pula ada saja telpon yang menawarkan beberapa produknya ke saya. Ada yang saya ambil dan tidak sedikit pula yang saya tolak.

Kembali ke masalah amplop tadi, pikiran saya langsung tertuju, mungkin masalah tagihan kartu kredit, tapi kok tipis ya? Terjawablah sudah, setelah amplopnya terbuka. Kira-kira isinya sebagai berikut

… efektif tanggal 11/8/200 bunga pinjaman bapak menjadi sebagai berikut, kondisi sekarang 11.9% Anuitas menjadi 12.4% Anuitas….

Deg…. bukannya dua bulan lalu saya sudah mendapat pemberitahuan kenaikan bunga pinjaman? Sekarang naik lagi? Oh shit maan …..

Dasar rentenir..

Gila, begitu cepatnya Bank Niaga menaikkan suku bunga pinjaman, seiring dengan kenaikan BI Rate dari 8.75% di awal July menjadi 9% di 5 Agustus. Padahal diawal September ini bunga sudah naik lagi menjadi 9.25%. Wah berarti akan ada surat lagi nih dari Bank Niaga.

Ya, itulah kerakusan rentenir seperti Bank Niaga, dan juga bank-bank yang lain. Begitu cepat mereka MENAIKKAN BUNGA PINJAMAN untuk MERESPON KENAIKAN BI RATE, tetapi BANK NIAGA akan SANGAT LAMBAT MENURUNKAN SUKU BUNGA saat BI RATE TURUN!

Kalau ditarik mundur kebelakang, ini efek dari KEBIJAKAN MENAIKKAN HARGA BBM oleh SBY-JK, disaat KENAIKAN HARGA MINYAK DUNIA. Yang berujung pada kenaikan semua harga, enggak perduli harga apa saja. Naiik semua. Jadinya ya Inflasinya melonjak.

Dan SBY-JK BERTINDAK SAMA seperti RENTENIR tadi, saat HARGA MINYAK DUNIA TURUN harga BBM di Indonesia tetap diposisinya. Entah apa yang dipikirkan SBY-JK melihat ini.

TURUN akhirnya menjadi KATA TABU BAGI sebagian orang INDONESIA

Articles

Gratis Bicara XL Pascabayar, Promosi Setengah Hati

In Opini on Agustus 7, 2008 oleh nonblogs

Beberapa hari lalu, ada promosi satu halaman penuh di harian Kompas mengenai Gratis Becara dari Jam 8 Malam hingga Jam 8 Pagi. Tapiiii… seperti biasa liat dulu syarat dan ketentuannya.

Syaratnya, sekilas terlihat sederhana. Khusus pelanggan XL Pascabayar yang melakukan pembayaran dengan Auto Debit Kartu kredit. Cukupkah hanya itu?

Pertama kali membaca sih saya seneng aja, soalnya selama ini saya melakukan pembayarannya pake kartu kredit. Sekali lagi, Tapiiii….

Masih ada syarat yang lain-lain ternyata. Kalau tagihan kurang dari 100 ribu ya nggak dapat fasilitas ini.

Dan kalau kita baca di link ini dijamin anda akan semakin pusing membacanya dan berpikir…. ini operator niat promosi nggak sih ….

Articles

Ikut Komunitas?

In Opini on April 13, 2008 oleh nonblogs

Sudahkah anda ikut satu komunitas tertentu saat ini? Buat orang yang belum menikah, terlebih hidup di Jakarta, ikut satu komunitas seperti semacam keharusan. Kenapa?

Waktu sudah banyak tersita untuk pekerjaan. Sampai dirumahpun tinggal tenaga sisa yang terbawa. Pelan-pelan teman-teman anda semasa kuliah, SMA akan hilang satu persatu. Yang tersisa adalah teman kerja.

Nah banyak dari kita mencoba untuk memperluas pergaulan lewat komunitas tertentu. Entah itu komunitas yang berbasiskan hobi, atau kegiatan amal, atau karena ketertarikan pada satu hal yang sama.

Terlebih sekarang jamannya internet, tumbuhnya satu komunitas tertentu sekarang ini sering berawal dari satu milis. Setelah itu bisa berkembang biak dengan berbagai macam bentuk, entah itu satu yayasan, bahkan satu perusahaan kalau memang diniatin komersial.

Berdasarkan pengalaman, kegiatan semacam itu sih efektif banget buat nyari temen, memperluas pergaulan, koneksi. Terlebih kalau kita memang termasuk orang yang suka bersosialisasi. Tidak dibutuhkan waktu yang lama untuk mencairkan suasana saat kopi darat.

Kalau yang ngumpul kebanyakan yang belum menikah, hampir pasti hidden agenda nya adalah nyari jodoh. Bohong kalau pada bilang nggak…

Kalau lagi aktif banget, waktu serasa kurang terus padahal weekend bisa dihabiskan sama temen-temen komunitas.

Tapi percayalah, kegiatan itu pelan-pelan akan hilang dengan sendirinya. TERUTAMA kalau KITA SUDAH MENIKAH. Di awal mungkin sempat berkomitment untuk tetap aktif, tapi pelan dan pasti semua kegiatan tergantikan dengan yang namanya ngurusi kontrakan rumah, susu anak, cemburunya istri/suami…….

Nggak percaya? Ikutlah komunitas….Terus Menikah …. Baru tahu …

Articles

Pelanggan Pasca Bayar Selular; Dibutuhkan tapi Dicuekin

In Opini on Maret 14, 2008 oleh nonblogs

Jika Pak Budi Rahardjo marah-marah ke Operator Selular karena billingnya melonjak, adalah satu hal yang wajar.


Kenapa wajar? Ya bagaimana tidak wajar, wong sebenarnya Operator Selular itu butuh konsumen yang seperti Pak Budi, termasuk juga saya :). Karena kita adalah pelanggan pasca bayar.

Orang yang selalu setia kepada satu operator. Setia diantara begitu banyak orang yang beli nomor tetapi memperlakukannya seperti beli pulsa. Hari ini beli, besok begitu pulsa habis ya nomornya dibuang. Terus beli nomor baru lagi. Wong bonus pulsanya gedhe. Dan harga yang dibayarkan adalah untuk nilai pulsanya. Dan nomornya tidak ada harganya alias gratis.

Berbeda jika kita bandingkan diawal tahun 2000 saat operator baru masuk tahap-tahap awal. Satu nomor bisa berharga amat mahal sekali. Saya saja beli nomor sekitar 200 ribu. Bandingkan dengan harga sekarang?

Fakta ketidaksetiaan konsumen cukup memusingkan operator. Bagaimana tidak, pada akhirnya mereka tidak bisa menghitung berapa jumlah pelanggan mereka sebenarnya. Alias banyak nomor hangus.

Dan jika kita mendengar jumlah pelanggan selular yang ada dikoran-koran itu, patutlah dipertanyakan, apakah itu termasuk nomor-nomor yang sudah hangus?

Katanya sih, kalau Telkomsel, mengkategorikan sebuah nomor itu pelanggan atau bukan jika nomor itu aktif selama minimal 6 bulan. Kurang dari itu tidak dianggap sebagai pelanggan.

Dan perang tarif murah antar operator, tujuan utamanya adalah untuk menarik pelanggan baru. Dan KITA HARUS JELI. Karena umumnya yang menjadi bagian dari promosi itu adalah untuk pengguna PRA BAYAR! Bukan PASCA BAYAR. Semakin banyak pelanggan, akan semakin baik arus kasnya.

Bagaimana dengan pelanggan pasca bayar?
Itulah, apes benar nasibnya. Selama ini tidak pernah ada promosi upaya perusahaan untuk tetap menjaga pelanggan pasca bayar. Tarif promosi tidak pernah untuk pelanggan pasca bayar. Jadi ya tarifnya tetap mahal.

Aneh kan, Dibutuhkan Tapi Dicuekin!

Articles

Pelanggan Pasca Bayar Selular; Dibutuhkan tapi Dicuekin

In Opini on Maret 14, 2008 oleh nonblogs

Jika Pak Budi Rahardjo marah-marah ke Operator Selular karena billingnya melonjak, adalah satu hal yang wajar.


Kenapa wajar? Ya bagaimana tidak wajar, wong sebenarnya Operator Selular itu butuh konsumen yang seperti Pak Budi, termasuk juga saya :). Karena kita adalah pelanggan pasca bayar.

Orang yang selalu setia kepada satu operator. Setia diantara begitu banyak orang yang beli nomor tetapi memperlakukannya seperti beli pulsa. Hari ini beli, besok begitu pulsa habis ya nomornya dibuang. Terus beli nomor baru lagi. Wong bonus pulsanya gedhe. Dan harga yang dibayarkan adalah untuk nilai pulsanya. Dan nomornya tidak ada harganya alias gratis.

Berbeda jika kita bandingkan diawal tahun 2000 saat operator baru masuk tahap-tahap awal. Satu nomor bisa berharga amat mahal sekali. Saya saja beli nomor sekitar 200 ribu. Bandingkan dengan harga sekarang?

Fakta ketidaksetiaan konsumen cukup memusingkan operator. Bagaimana tidak, pada akhirnya mereka tidak bisa menghitung berapa jumlah pelanggan mereka sebenarnya. Alias banyak nomor hangus.

Dan jika kita mendengar jumlah pelanggan selular yang ada dikoran-koran itu, patutlah dipertanyakan, apakah itu termasuk nomor-nomor yang sudah hangus?

Katanya sih, kalau Telkomsel, mengkategorikan sebuah nomor itu pelanggan atau bukan jika nomor itu aktif selama minimal 6 bulan. Kurang dari itu tidak dianggap sebagai pelanggan.

Dan perang tarif murah antar operator, tujuan utamanya adalah untuk menarik pelanggan baru. Dan KITA HARUS JELI. Karena umumnya yang menjadi bagian dari promosi itu adalah untuk pengguna PRA BAYAR! Bukan PASCA BAYAR. Semakin banyak pelanggan, akan semakin baik arus kasnya.

Bagaimana dengan pelanggan pasca bayar?
Itulah, apes benar nasibnya. Selama ini tidak pernah ada promosi upaya perusahaan untuk tetap menjaga pelanggan pasca bayar. Tarif promosi tidak pernah untuk pelanggan pasca bayar. Jadi ya tarifnya tetap mahal.

Aneh kan, Dibutuhkan Tapi Dicuekin!

Articles

HP; Untuk Pribadi atau Kantor?

In Opini,Personal,Working on November 26, 2007 oleh nonblogs

Beberapa minggu terakhir ini, saya suka tanya ke beberapa teman kantor, tetangga. Kira-kira mereka bersedia nggak kalau ada client yang tanya, No Hape nya Pak Anu berapa ya?

Teman kantor ada yang menarik garis tegas, bahwa kalau mau telpon urusan kantor ya telpon ke kantor aja. Maaf HP untuk urusan pribadi saja. Tapi ada juga yang mau terima asal masih jam kantor.

Kalau tetangga saya, malah lebih tegas lagi. Begitu kaki melangkah ke luar kantor, siapapun yang telpon urusan kerjaan, No Way! Kagak bakalan diangkat. Kecuali sms dulu, urusanya mau apaan.

Saya sendiri sampai saat ini masih mau terima telpon ke hape untuk urusan kerjaan. Tapi kok akhir-akhir ini kecenderungannya kok malah meningkat ya..Mau nggak diangkat bagaimana, kalau diangkat ngrepotin. Serba salah memang. Terlebih kalau yang telpon sudah akrab walaupun itu klien.

Makanya, akhir-akhir ini saya sering mengaktifkan fungsi Privacy Manager di phonebook HP saya, BenQ Siemens E 61. Kira-kira fungsinya seperti ini, kita bikin daftar nomor telpon yang akan kita reject. Misalnya, no hape bos, no kantor (masukin semuanya aja, kan biasanya ada banyak tuh), no klien ini, no klien itu. Nah kalau sudah, misal kita lagi nggak pengen terima telpon dari mereka, ya aktifin aja fungsi penolak nomor tadi. Dan kita masih bisa mantau siapa aja yang mencoba telpon. Ngliatnya di menu miscalled. Atau sebaliknya, kita bikin list nomor-nomor siapa saja yang bisa menghubungi kita. Selain no itu ditolak.

Fungsi semacam ini, kalau nggak salah ada juga di Sony Ericsson. Tapi jangan harap ada di Nokia. Saya pernah pakai Nokia, saya cari-cari fungsi yang mirip kok nggak ketemu. Dan tanya kiri kanan untuk model-model HP Nokia yang ada fungsi semacam itu, tetap saja nggak ada yang tahu. Makanya saya agak malas kalau pake Nokia. Karena nggak ada fungsi semacam itu.

Bisa saja sih, HP dimatikan. Tapi kan kita cuma punya satu nomor, masak harus beli nomor atau beli hp + no lagi sih, gara-gara itu.

Articles

Tarif Tol Naik? Boleh, Asal ….

In Opini on September 5, 2007 oleh nonblogs

Pemerintah bersikukuh bahwa tarif jalan tol harus naik (2 tahun sekali lagi!), sedang pengguna jalan tol mau class action. Lalu?

Kalau menurut saya sih boleh saja pemerintah menaikkan tarif jalan tol, asal :

  1. Gratiskan dong kalau biaya untuk membuat jalan tol tersebut sudah impas. Dimana logikanya, jalan tol Jagorawi yang sudah ada puluhan tahun kok tarifnya masih naik saja. Emang belum balik modal?
  2. Substitusi.Naiknya tarif tol sebenarnya sejalan dengan keinginan pemerintah untuk memindahkan pengguna mobil pribadi ke angkutan umum. Masalahnya siapkah alat substitusi itu sekarang? Coba seandainya, pada saat pemerintah menaikkan tarif tol dan bersamaan itu pula ada angkutan umum penggantinya, misal Kereta Api (yg representatif pastinya… bukan kelas kambing!), atau busway yang kalau perlu lewat tol sekalian. Bukan cuma muter-muter didalam kota doang…
  3. Representatif. Angkutan pengganti tadi haruslah representatif. Ingat, pengguna jalan tol umumnya adalah pemilik mobil pribadi yang mengutamakan kenyamanan. Mustahil mereka mau pindah ke angkutan umum kalau tidak representatif. Saya yakin mereka menggunakan mobil pun sebenarnya capek. Cape’ karena macet terus, cape’ mikir biaya bensin, dan cape deeeh …
  4. Jangan buat jalan tol lagi! Terutama jalan tol dalam kota. Pemerintah harus konsisten kalau mau memaksimalkan penggunaan angkutan umum dalam mengatasi kemacetan. Jadi bikinlah jalur busway sebanyak mungkin baik di dalam Jakarta sendiri maupun yang menghubungkan Jakarta dengan kota-kota penyangga.

Kalau sudah begitu kan tidak ada ribut-ribut lagi dan nggak ada macet. Semoga …..

Articles

Tukang Ojek

In Living,Opini on September 1, 2007 oleh nonblogs

Semakin hari, sepertinya kita semakin tidak bisa lepas dari alat transportasi umum. Salah satu yang semakin penting tapi masih dilihat sebelah mata yakni Ojek.

Naik ojek menjadi alat yang sangat efektif di tengah kemacetan Jakarta yang semakin parah. Walaupun sekarang kalau naik ojek, harus disiapkan juga mental yang kuat. Bagaimana tidak, tukang ojek sekarang tidak ubahnya sopir angkot, bajaj, yakni kejar setoran!

Jadinya ya… bak Valentino Rosi … wus..wus..wuss…

2 hari yang lalu, saya ada meeting di daerah Jembatan Lima, dan saya lihat kalau naik Taxi pasti telat. Jadinya ya… sudah naik ojek saja.

Dan selama naik ojek, nggak puas rasanya kalau nggak ngobrol ngalor ngidul sama tukang ojek. Mulai dari masalah lalu lintas,hingga politik.

Iseng saya tanya…

“Sudah punya keluarga bang?”
“Anak saya sudah 4 pak!”
“Ha?! 4? Yang beneer?”
“Beneer..”
“Emang cukup dari ngojek doang, buat 1 istri 4 anak?”
“Alhamdulillah cukup tuh mas sampai sekarang…”

Setelah dikorek-korek, dia mengaku sehari-hari dia minimum dapat 60 ribu rupiah dari ngojek. Dari hari Senin sampai Jumat, kadang-kadang sabtu masuk, kalau dipanggil sama langganan.

Jangan salah, sekarang sudah banyak tukang ojek merangkap jadi messenger di kantor-kantor. Lebih praktis. Bisa antar jemput.

Jadi kalau dihitung-hitung 60.000 x 24 hari = 1.440.000, lumayan lebih tinggi dari UMR Jakarta.

Articles

Jadi Orang Pinggiran

In Living,Opini on Agustus 31, 2007 oleh nonblogs

Sudah sebulan lebih, saya hidup jadi orang pinggiran. Maksudnya, di pinggiran Jakarta. Dan ini pertama kalinya saya jadi orang pinggiran.

Bukan bermaksud sombong, selama ini Alhamdulillah saya ditakdirkan hidup di tengah kota, baik itu saat di Semarang maupun setelah hijrah di Jakarta.

Dan sudah digariskan sejak awal, saya akhirnya hidup 30 kilometer dari Jakarta. Tepatnya di daerah Tangerang. Padahal saya harus bekerja di Jakarta. Jadi cukup banyak penyesuaian harus dilalui. Mulai dari masalah waktu, alat transportasi, tenaga, dll.

Yang paling mencolok adalah masalah transportasi. Saat ini saya harus naik bis untuk sampai di tempat kerja. Sebelumnya saya naik motor. Hal yang paling tidak saya sukai dengan bis yang sekarang ini ada yakni sistem setoran yang diberlakukan di hampir semua trayek. Kecuali Trans Jakarta tentunya.

Sisi negatif dari sistem setoran ini adalah, awak bis akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan penumpang atau sewa (istilah di lapangan). Akibatnya adalah di satu waktu mereka bisa mengemudikan bus ala mobil F1. Salip sana salip sini, dan mereka seolah tidak sadar, bahwa yang mereka bawa itu nyawa manusia.

Dan di waktu yang lain, bus itu akan jalan seperti keong.

Luuaaammmmbaaaat sekali….!

Karena mereka melihat jarak bis di trayek yang sama. Masih ditambah lagi, jumlah armada bis yang sengaja dibuat terbatas di satu trayek, hanya ada satu operator bus di jalur tersebut.

Alternatif yang bisa diambil saat ini adalah naik mobil omprengan. Omprengan maksudnya mobil pribadi yang digunakan untuk mengangkut orang-orang yang akan berangkat kerja. Mereka sengaja melakukan itu untuk sekedar menutup biaya tol dan bensin.

Dengan tarif sekitar 3 – 4 ribu per orang, dengan mobil kijang akan bisa diangkut sekitar 9 orang. Paling tidak antara 27-36 ribu ada di tangan. Dikurangi 2 ribu untuk tips calo. Sisanya ngepas untuk bensin dan tol. Kalau tidak melakukan itu, dihitung-hitung malah rugi menggunakan kendaraan pribadi dari rumah ke kantor dengan jarak sedemikian jauh.

Makanya hal yang saya tunggu adalah, sistem yang dianut Trans Jakarta ini bisa menghubungkan antara Jakarta dengan kota-kota pendukung disekitarnya. Kalau perlu bus Trans Jakarta masuk tol. Jika hal itu bisa berjalan….. wah indah sekali hidup ini….